Mengenal Kitab Pesantren (32-A): Nailun Nabilah, Usaha Memuliakan Ilmu Qiraat

Qiraat Mutawatirah bukanlah hasil ijtihad seseorang, ia adalah wahyu yang diterima Nabi Muhammad SAW dari Allah melalui perantara Jibril, lalu dibacakannya kepada para sahabat-sahabat beliau, lalu oleh para sahabat beliau, bacaan itu diajarkan kepada para tabiin melalui talaqqi dan musyafahah yang pada akhirnya diterima oleh para imam muqri’ yang kemudian meletakkan dasar-dasar bacaannya dan kaidah-kaidahnya berdasarkan apa yang telah mereka terima dari para tabiin guru-guru mereka. Oleh karenanya bacaan-bacaan ini lalu dinisbatkan kepada mereka.

Qiraat-qiraat Al-Qur’an sejak lama telah mendapatkan porsi perhatian yang besar dari para ulama, bermacam-macam usaha mereka dalam mengkaji dan melestarikan bacaan-bacaan ini, mereka menyusun berbagai kitab yang memuat tata cara bacaan qiraat-qiraat tersebut baik dengan metode al-Jam’i (penggabungan) ataupun at-Tafriidi (satu persatu) yang memuat karakteristik masing-masing bacaan dan cara membacanya.

Di antara tokoh penting ulama yang menyusun kitab tentang qiraat adalah Imam Abu al Qasim as Syathibi yang menyusun bait-bait nadzam tentang qiraat mutawatirah berjumlah 1173 bait yang beliau beri judul:

“حرز الأماني ووجه التهاني”

Bait-bait nadzam ini termasuk nadzam terbaik yang menyajikan ilmu qiraat. Ia sangat terkenal, tersebar dan diterima di berbagai masa dan penjuru dunia. Para ulama menganggap nadzam ini sangat penting dan menjadikannya rujukan utama dalam kajian qiraat, tak jarang para Syekh al muqri’ merekomendasikan nadzam ini untuk dihafalkan oleh para murid dan santrinya. Usaha para ulama untuk menjelaskan nadzam ini juga nampak dalam syarah-syarah yang ditulis mereka terhadap nadzam ini, tidak kurang dari 60 syarah telah ditulis oleh para ulama dalam rangka menjelaskan bait-bait nadzam ini, sebagian ulama yang lain menyendirikan masing-masing bacaan dari para imam yang diambilkan dari bait-bait ini. Singkatnya nadzam ini telah menjadi dasar-dasar utama yang dijadikan pegangan dan sandaran oleh para ulama dalam mempelajari qiraat.

Dan di antara sebagian ulama yang juga mengkaji bait-bait nadzam ini dan berusaha menyimpulkan sebagian isinya adalah Ustadz Dana El-Dachlany yang telah bersusah payah menyendirikan dari bait-bait nadzam as Syathibiyyah ini bacaan Imam Ashim riwayat Syu’bah (yang biasa kita baca adalah riwayat Hafsh), lalu ia kumpulkan menjadi satu kitab khusus sesuai urutan ayat dalam mushaf, yang ia beri nama “نيل النبيلة في تيسير رواية الإمام شعبة”. Dan sebagaimana diisyaratkan oleh judulnya, kitab ini ditulis untuk memudahkan para pelajar ilmu qiraat mengetahui letak-letak perbedaan bacaan, khususnya perbedaan antara bacaan riwayat Hafsh dan riwayat Syu’bah. Di awal kitab ini penulis juga menyajikan dasar-dasar dan kaidah bacaan riwayat Syu’bah.

Meskipun pelajar qiraat harus belajar secara talaqqi kepada seorang guru dan mempelajari bacaan secara langsung dari gurunya, keberadaan kitab ini dalam proses belajar tsb tetap akan sangat membantu pelajar dalam menguasai qiraat-qiraat asyr mutawatirah khususnya yang dijelaskan dalam nadzam Imam Syathibi.

Mulai banyaknya pelajar-pelajar Indonesia yang belajar secara langsung (talaqqi) dari Masyayikh Qurra’ di Timur Tengah yang bersanad, dan lalu menulis beberapa kitab yang memudahkan belajar qiraat dengan menggunakan bahasa Arab, menumbuhkan keyakinan bahwa regenerasi masyayikh qiraat tetap berlangsung di negeri ini, dan beberapa tahun yang akan datang, Insya Allah Indonesia akan menjadi salah satu kiblat kajian ilmu qiraat dan salah satu negara persemaian ulama-ulama qiraat internasional. Penulis semakin yakin ketika Penulis membaca di atas judul kitab ini ada tulisan “silsilah taysir al qiraat al asyr (1)”. Angka 1 menunjukkan bahwa ini bukan kitab terakhir muallif.

Semoga Allah memudahkan muallif kitab ini untuk melanjutkan menulis tentang qiraat-qiraat yang lain, dan semoga kajian qiraat mutawatirah semakin semarak di Indonesia dalam rangka melestarikan jerih payah para ulama Al-Qur’an telah mendahului kita dengan pengabdian mereka yang tulus untuk negeri tercinta ini.

Penulis: M AFIFUDIN DIMYATHI

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!