Mengenal Kitab Pesantren (49): Kaifa Takunu Ghoniyyan, Kitab Cara Cepat Kaya Perspektif Islam

Siapa yang tidak ingin kaya? bukan hanya kaya hati sebagaimana yang sering disampaikan para ulama dan kiai-kiai kita di pesantren, tapi juga kaya materi. Bukan karena mengarahkan kehidupan ke arah materialisme, tapi tidak bisa dipungkiri sebagai manusia kita memang membutuhkan uang dalam menjalani kehidupan bukan?

Di dalam kitab Kaifa Takunu Ghoniyyan, Habib Muhammad bin Alwi bin Umar al-Aydrus menerangkan pedoman, panduan dan cara-cara menjadi kaya sesuai dengan syariat islam. Sesuai dengan judulnya yang berarti ‘bagaimana agar kamu menjadi orang kaya’, mengajak kita untuk menjadi kaya tidak asal-asalan. Supaya rezeki yang kita peroleh tidak sekadar banyak, tapi halal dan barokah.

Di dalam kitab ini, terdapat sebanyak 23 bab. Bab tersebut adalah pembukaan, pekerjaan yang terpuji, pekerjaan yang tercela, potret kehidupan sahabat nabi, kunci-kunci rezeki serta sebab-sebab kaya, konsistensi, syukur, al-Qur’an, surat-surat dalam al-Qur’an, dzikir, istighfar, sholawat kepada nabi Muhammad SAW., sholat, sedekah, menyambung silaturahmi, akhlak yang baik, qona’ah (merasa cukup), berpagi-pagi mencari rezeki, dermawan, siapa yang disana dan disini (jeli melihat kompetitor), perkara-perkara yang mewariskan kefakiran dan penutup.

Karena sesuai dengan perspektif islam, keterangan di dalam kitab ini bersumber dari al-qur’an, as-sunah dan qoul ulama. Menariknya, Habib Muhammad apabila menuliskan hadits, beliau juga menyertakan catatan kaki sebagai rujukan dimana hadits tersebut dikutip.

Semisal pada halaman 14, Habib Muhammad mengutip hadits nabi sebagai berikut :

دَعْ مَا يَرِيْبُكَ إِلَى مَا لَا يَرِيْبَكَ

Artinya : Tinggalkanlah perkara yang meragukan kepada perkara yang tidak meragukan.

Pada hadits ini, Habib Muhammad memberi catatan kaki bahwasanya hadits ini diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam kitab Sunan-nya (no. 5218), di-tashih oleh an-Nasa’i (no. 5397). Imam an-Nasa’i berkata: sanad hadits ini bagus (jayyid).

Selain itu, di dalam kitab ini juga terdapat pembahasan yang tidak tercamtum di dalam daftar isi kitab, yakni cara melunasi hutang. Habib Muhammad menukil hadits nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh Hakim di dalam kitab mustadrok-nya.

Rasulullah SAW. Bersabda kepada Ali :

يَا عَلِيُّ ألَا اُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ لَوْ كَانِ عَلَيْكَ دَيْنٌ ثُبَيْرٍ اَدّاهُ اللهُ عَنْكَ ؟  قَلْ : اَلَّلهُمَّ اِكْفِىنِيْ بِحَلَالَكَ عَنْ حَرَامِكَ وَبِطَاعَتِكَ عَنْ مَعْصِيَتِكَ وَيِفَضْلَكَ عَمَّنِ سِوَاكَ

Artinya : Wahai Ali, Ingatlah akan aku ajari kamu kalimat yang andaikan kamu memiliki hutang sebanyak gunung, niscaya Allah akan melunasinya. Berdoalah : Ya Allah cukuplah aku dengan rezeki halal-Mu daripada harta haram. Serta cukupkanlah ketaatanku kepada-Mu daripada bermaksiat kepada-Mu. Dan, dengan anugerah-Mu daripada selain-Mu.

Di dalam kitab ini, pembaca juga disuguhkan keterangan yang biasa dianggap oleh masyarakat kita sebagai hal-hal yang dilarang karena dianggap tidak baik secara etika. Semisal, dalam adat jawa, kita tidak boleh duduk di depan pintu. Atau seperti etika-etika fikih yang makruh dilakukan, semisal kencing di air yang menggenang.

Keterangan-keterangan lain semacam ini ternyata ada di dalam kitab ini. Tepatnya di bab ke- 21, perkara-perkara yang mewariskan kefakiran. Habib Muhammad menyebutkan sebanyak 30 kebiasaan yang perlu dihindari oleh orang islam supaya tidak fakir dan menjadi kaya.

Akan tetapi, keterangan tersebut adalah etika dan ‘rasa’ saja. Meninggalkan 30 perkara di atas itu lebih utama. Karena, tulis Habib Muhammad, keterangan tersebut sebagian bersumber dari nash (al-Qur’an dan Hadits) dan sebagian lagi bersumber dari kebiasaan saja. Wallahu A’lam.

Hemat Penulis pribadi, kitab ini sangat perlu sekali dibaca oleh khalayak muslim. Selain sebagai cara supaya kita menjadi produktif lahir dan batin. Banyak, berkah dan manfaat. Juga kitab ini sebagai bentuk representasi atau bukti ilmiah, bahwa islam tidak membenci kekayaan dan menyukai kemiskinan sebagaimana pandangan miring sebagian kalangan.

Kata Gus Baha’, “Orang islam harus kaya. Karena, kalau harta di pegang orang islam (sholeh), harta ini digunakan untuk kebaikan.” Daripada harta duniawi ini dipegang oleh orang fasik, kafir yang tak bertanggung jawab. Betul kan?

Penulis: ALFIN HAIDAR ALI

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!