وقال في الحكم : “نُوْرٌ مُسْتَوْدَعٌ فِي الْقُلُوْبِ، مَدَدُهُ النُّوْرُ الْوَارِدُ مِنْ خَزَائِنِ الْغُيُوْبِ”، (الفتوحات الإلهية فى شرح المباحث الأصلية، ص: 32).
Seperti yang dijelaskan di dalam kitab al-Hikam bahwa Nur (cahaya ilahi) bertempat atau dititipkan di hati seseorang, cahaya yang diturunkan Allâh SWT dari persaudaraan yang gaib. Dalam hal ini, pembahasan hati ini terkait dengan masalah ikhlas yaitu termasuk Rahasiaku yang kutitipkan di hati seorang hamba yang aku cintai, tidak karena terlihat oleh malaikat yang mencatatnya, dan juga tidak karena setan yang merusak amalnya, (al-Futuhat al-Ilâhiyyah fî Syarhi al-Mabâhits al-Ashâliyyah, halaman: 32).
Mengenai macam-macam hati, dijelaskan;
وَالْقَلْبُ وَهُوَ عَلَى ثَلاَثَةِ أَقْسَامٍ: قَلْبُ الْعَامِّ وَهُوَ يَطِيْرُ فِى الدُّنْيَا حَوْلَ الطَّاعَةِ، وَقَلْبُ الْخَاصِّ وَهُوَ يَطِيْرُ فِى الْعُقْبَى حَوْلَ الْكَرَامَاتِ، وَقَلْبُ اْلأَخَصِّ وَهُوَ يَطِيْرُ فِى سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى حَوْلَ اْلأُنْسِ وَالْمُنَاجَاتِ، (جامع الأصول في الأولياء، ص: 78).
Hati ada tiga macam; hati orang awam adalah hati yang melayang dalam urusan dunia yang dibarengi dengan ketaatan. Hati orang khash adalah hati yang melayang dalam urusan akhirat yang diliputi dengan kemuliaan. Hati orang akhash adalah hati yang melayang dalam SidRAtul Muntaha (keagungan Allâh SWT yang tanpa batas) dalam keadaan terhibur dan selalu bersama dengan Allâh SWT, (Jâmi’ al-Ushûl fi al-Auliyâ’, halaman: 78).
Berikutnya mengenai penjelasan yang menerangkan obat hati;
دَوَاءُ الْقَلْبِ خَمْسَةُ أَشْيَاءَ: قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ بِاالتَّدَبُّرِ، وَخَلَاءُ الْبَطْنِ، وَقِيَامُ اللَّيْلِ، وَالتَّضَرُّعُ عِنْدَ السَّحَرِ، وَمُجَالَسَةُ الْصَالِحِيْنَ، (طبقات الصوفية، ص: 222).
Obat hati ada lima; 1) Membaca Alquran dengan tadabbur (berusaha memahami maknanya). 2) Mengosongkan perut (lapar berpuasa). 3) Qiyâmul Lail (mengisi malam-malamnya dengan ibadah). 4) menghamba atau mendekatkan diri kepada Allâh pada malam hari. 5) Bergaul dengan para shalihin, (Thabaqât al-Shûfiyah, halaman: 222).
Berikut ini adalah penjelasan mengenai hati orang yang fasiq dan munafiq;
وَصَلاَحُ الْقَلْبِ إِنَّمَا يَكُوْنُ بِطَهَارَتِهِ عَنِ الصِّفَاتِ الْمَذْمُوْمَةِ كُلِّهَا دَقِيْقِهَا وَجَلِيْلِهَا وَهَذِهِ هِيَ الصِّفَاتُ الْمُنَاقِضَةُ لِلْعُبُوْدِيَّةِ مِنْ أَوْصَافِ الْبَشَرِيَّةِ الَّتِيْ أَشَارَ إِلَيْهَا الْمُؤَلِّفُ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى وَهِيَ الَّتِيْ تَسُمُّ صَاحِبَهَا بِسُمَّةِ النِّفَاقِ وَالْفُسُوْقِ وَهِيَ كَثِيْرَةٌ مِثْلُ الْكِبْرِ وَالْعُجْبِ وَالرِّيَاءِ وَالسُّمْعَةِ وَالْحِقْدِ وَالْحَسَدِ وَحُبِّ الْجَاهِ وَالْمَالِ وَيَتَفَرَّعُ عَنْ هَذِهِ اْلأُصُوْلِ فُرُوْعٌ خَبِيْثِيَّةٌ مِنَ الْعَدَاوَةِ وَالْبَغْضَاءِ وَالتَّذَلْذُلِ لِلْأَغْنِيَاءِ وَاسْتِحْقَارِ الْفُقَرَاءِ وَتَرْكِ الثِّقَّةِ بِمَجِيْءِ الرِّزْقِ وَخَوْفِ سُقُوْطِ الْمَنْزِلَةِ مِنْ قُلُوْبِ الْخَلْقِ وَالشُّحِّ وَالْبُخْلِ وَطُوْلِ اْلأَمَلِ وَاْلأَشَرِ وَالْبَطَرِ وَالْغِلِّ وَالْغَشِّ وَالْمُبَاهَاةِ وَالتَّصَنُّعِ وَالْمُدَاهَنَةِ وَالْقَسْوَةِ وَالْفَظَاظَةِ وَالْغِلْظَةِ وَالْغَفْلَةِ وَالْجَفَاءِ وَالطَّبْشِ وَالْعَجَلَةِ وَالْحِدَّةِ وَالْحَمِيَّةِ وَضَيِّقِ الصَّدْرِ وَقِلَّةِ الرَّحْمَةِ وَقِلَّةِ الْحَيَاءِ وَتَرْكِ الْقَنَاعَةِ وَحُبِّ الرِّيَاسَةِ وَطَلَبِ الْعُلُوِّ وَالْاِنْتِصَارِ لِلنَّفْسِ إِذَا نَالَهَا الذُّلُّ . وَعُنْصُرُ يَنَابِيْعِهَا إِنَّمَا هُوَ رُؤْيَةُ النَّفْسِ وَالرِّضَا عَنْهَا وَتَعْظِيْمِ قَدْرِهَا وَتَرْفِيْعِ أَمْرِهَا فَبِهَذِهِ اْلأُمُوْرِ كَفَرَ مَنْ كَفَرَ وَنَافَقَ مَنْ نَافَقَ وَعَصَى مَنْ عَصَى وَبِهَا خَلَعَ مِنْ عُنُقِهِ رِبْقَةَ الْعُبُوْدِيَّةِ لِرَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ، (شرح الحكم، ج 1، ص: 30).
Hati yang baik hanya bisa terwujud dengan membersihkannya dari semua sifat tercela, baik yang kecil maupun yang besar. Semua sifat ini adalah sifat manusia yang bertentangan dengan ubudiyah (sebagaimana telah ditunjukkan oleh pengaRAng). Sifat-sifat ini meRAcuni pemiliknya dengan RAcun kemunafikan dan kefasikan. Sifat-sifat ini banyak, seperti sombong, kagum terhadap diri sendiri, riya’, pamer, dengki, hasud, cinta pada jabatan dan harta. Dari sifat-sifat tercela itu, akan bercabang lagi menjadi beberapa sifat buruk seperti permusuhan, kebencian, merasa hina di hadapan orang-orang kaya, meremehkan orang-orang fakir, tidak yakin atas datangnya rizki, takut deRajatnya jatuh dalam pandangan manusia, pelit, kikir, banyak berangan-angan, serakah, menyalahgunakan kenikmatan, dendam, menipu, membanggakan diri sendiri, sikap berpura-pura, mencari muka (menjilat), berhati batu, kasar dan keras tutur katanya, lalai (dari dzikir kepada Allâh SWT), sulit menerima nasihat, kasar prilakunya, tergesa-gesa, mudah marah, memandang rendah orang lain, tidak lapang dada, sedikit kasih sayangnya, sedikit Rasa malunya, tidak qona’ah, senang jabatan, mencari kedudukan yang tinggi, mengedepankan hawa nafsu ketika ditimpa kehinaan, (Syarh al-Hikam, juz 1, halaman: 30).
Pangkal dari sifat-sifat tersebut bersumber dari mementingkan, merelakan, dan mengagungkan nafsu. Dengan sifat-sifat tersebut, orang yang kafir tetap menjadi kafir, orang yang munafik tetap menjadi munafik, dan orang yang durhaka tetap menjadi durhaka. Dan sifat-sifat tersebut juga menjadi sebab lepasnya ikatan ubudiyah kepada Allâh ‘Azza wa Jalla, (Syarh al-Hikam, juz 1 halaman: 30).
Selanjutnya tentang pembagian rûh;
وَالرُّوْحُ وَهُوَ عَلَى ثَلاَثَةِ أَقْسَامٍ: أَرْوَاحُ اْلأَعْدَاءِ وَهِيَ فِى الْجَحِيْمِ مُعَذَّبَةً، وَأَرْوَاحُ اْلأَوْلِيَاءِ وَهِيَ فِى النَّعِيْمِ مُنْعَمَةً، وَأَرْوَاحُ اْلأَنْبِيَاءِ وَهِيَ عِنْدَ الْكَرِيْمِ مُكْرَمَةً، (جامع الأصول في الأولياء، ص: 78)
Ruh ada tiga macam; (1) ruh para musuh Allâh SWT disiksa di neraka Jahim, (2) ruh para kekasih Allâh SWT diberi kenikmatan di surga Na’im, dan (3) ruh para nabi dimuliakan di sisi-Nya, (Jâmi’ al-Ushûl fi al-Auliyâ’, halaman: 78).
***