Samnun bin Hasan, sufi kelahiran Basrah, Irak. Ia menjadi sufi Sunni yang tenar pada abad ke-3 Hijriyah, hidup sezaman dengan Syaikh Junaid al-Baghdadi, bahkan dalam Thabaqat al-Sufiyah disebutkan bahwa Samnun dan Syaikh Junaid wafat pada tahun yang sama, namun lebih dulu Syaikh Junaid, tepatnya di tahun 298 Hijriyah.
Namun dalam Hilyatul Auliya’ diriwayatkan Samnun lah yang meninggal lebih dulu. Penulis tidak akan memperpanjang ihwal perbedaan ini.
“Al-Muhib” (Pecinta) merupakan sematan gelar yang lekat pada Samnun bin Hasan, ini dikarenakan ia kerap kali mendendangkan syair cinta kepada Tuhan. Gelar yang lain adalah “Al-Kazzab” (Pendusta), ini lantaran Samnun bin Hasan menyembunyikan atau merahasiakan penderitaan yang ia alami, yaitu kencingya mampet. Diriwayatkan Samnun bin Hasan pernah diuji Allah dengan penyakit susah kencing, namun Samnun bin Hasan menyembunyikannya pada khalayak.
Ujian sulit kencing bermula ketika Samnun bin Hasan mendendangkan syair,
فَلَيْسَ لِيْ فِيْ سِوَاكَ حَظٌّ * فَكَيْفَمَا شِئْتَ فَامْتَحِنِيْ
“Dalam diriku ini tak ada lagi tempat selain Engkau (Allah), maka ujilah aku dengan apapun yang Engkau kehendaki.”
Selepas Samnun mendendangkan syair itu, lantas Samnun mengalami kesulitan saat kencing. Dalam Hilyatul Auliya’ diriwayatkan Samnun tidak bisa kencing selama empat belas hari. Saking tersiksanya akan ujian penyakit itu, sampai-sampai Samnun berguling-guling di atas pasir layaknya ular.
Pada syair yang lain, Samnun kerap kali menggambarkan keridhaannya atas segala ujian yang kerap menimpanya.
أَنَا رَاضٍ بِطُوْلِ صَدِّكَ عَنِّيْ * لَيْسَ إِلاَّ لأنَّ ذَاكَ هَوَاكَ
فَامْتَحِنْ بِالْجُفَاءِ صَبْرِيْ عَلَى * الوُدِّ وَدَعْنِيْ مُعَلَّقًا بِرَجَاكَ
“Aku rida dengan lamanya halang-rintang ujian-Mu terhadapku, sebab itu semuanya berjalan atas kehendak-Mu.”
“Ujilah kesabaranku dengan ketidakberuntungan, biarkan aku bergantung pada setiap harapan-Mu.”
Begitulah cara Samnun menjalani laku sufinya. Ia senantiasa meminta diuji agar senantiasa berharap dan bergantung pada kekasihnya, Allah. Kira-kira apa ada yang tertarik menjalani laku sufi layaknya Samnun? Wallahu a’lam.
***
Penulis: MUKHAMMAD LUTFI