Mengenal Kitab Pesantren (32): Kitab Inâyatul Muftaqir, Syekh Mahfudz Tremas

Banyak sekali karya-karya ulama nusantara yang menjadi pusat perhatian kalangan internasional. Kualitas dan kredibilitas yang sangat mumpuni menjadi ciri khas yang melekat dalam setiap karya. Dari sederet karya tersebut, mungkin kita sudah mengenal Sirâj al-Thâlibîn karangan Syekh Ihsan Jampes yang menjadi kitab pegangan di Universitas Al-Azhar Mesir. Begitupula karangan Syekh Nawawi bin Umar Al-bantani yang tak terhitung jumlahnya. Mulai dari Nashâihul Ibâd hingga Kâsyifatus Sâja. Semuanya telah mengharumkan nama Indonesia dalam kancah dunia intelektualisme islam internasional.

Salah satu sosok ‘pribumi’ yang juga menyumbangkan jasa besar dalam perkembangan kajian intelektualisme Islam adalah Syekh Mahfudz bin Abdullah at-Tarmasi. Ulama berdarah tremas, Pacitan ini telah menitahkan tinta emas, berupa karya-karya tulis yang begitu banyak. Beberapa kalangan mencatat bahwa karangan Syekh Mahfudz Tremas yang masih dapat diakses mencapai 19 judul kitab yang mencakup beberapa bidang keilmuan. Seperti ulumul Quran, Hadits, fikih, aqidah atau teologi hingga sejarah. Diantara karya tersebut yang paling terkenal adalah Mûhibat Dzul Fadhl Hâsyiyah Syarh Bafadhl  sebanyak 4 jilid. sebuah kitab syarah (komentar) terhadap kitab fikih yang popular di pesantren Muqoddimah Hadhramiyyah.

Nah, yang akan dibahas ditulisan ini adalah sebuah kitab karangan Syekh Mahfudz Tremas yang mengkaji tentang sosok Nabi Khidir. Yang dalam beberapa hal banyak diperdebatkan kalangan ulama. Kitab ini berjudul Inâyatul Muftaqir bimâ Yataallaqu bi Sayyidina Khidr. Kitab ini selesai beliau tulis pada 28 Shafar 1337 H. Tepat satu bulan sebelum beliau menulis kitab masterpiece beliau yang lain yakni Bughyatul Adzkiya fi Bahtsi an Karomat al-Auliya’. Sebuah kitab yang berisi tentang keramat para wali yang juga banyak mendapat decakan kagum para ulama.

Sebenarnya kitab ini bukan murni kreasi Syekh Mahfudz tremas. Namun, kitab ini merupakan ringkasan dari kitab Al-Ishâbah fi Tamyîz al-Sahâbah karangan Imam Ibnu Hajar al-Asqolani. Dimana Syekh Mahfudz Tremas hanya menukil dan meringkas keterangan yang berkaitan dengan Nabi Khidir. Akan tetapi, walaupun begitu kitab ini tetap begitu padat dan berisi. Karena beliau telah menyusunnnya dengan sangat sistematis sehingga memudahkan pembacanya untuk mengambil intisari dari kitab ini.

Menurut KH. Maimoen Zubair, sebagaimana beliau tulis dalam muqoddimah tahqiq kitab ini. Sistematika penulisan yang dipakai Syekh Mahfudz Tremas dalam menyusun kitab  Inâyatul Muftaqir sangatlah tepat dan bagus, karena walaupun beliau mencatat banyak sekali perbedaan pendapat. Namun beliau dengan tegas tetap memberi kesimpulan berupa pedapat mana yang paling shahih. Hal ini sangatlah penting dalam pembacaan literatur dengan pendapat yang variatif. Karena tanpa dasar keilmuan yang mumpuni seorang yang membaca perbedaan pendapat para ulama akan rawan sekali terjerembab dalam kebingungan bahkan terkadang akan menimbulkan sikap meremehkan.

Mbah Maimoen juga menyitir sedikit kalam dari Ibnu Katsir mengenai hal yang dilematis ini:

فأما من حكى خلافا في مسألة ولم يستوعب أقوال الناس فيها فهو ناقص إذ قد يكون الصواب في الذي تركه أو يحكي الخلاف ويطلقه ولا ينبه على الصحيح من الأقوال فهو ناقص أيضا فإن صحح غير الصحيح عامدا فقد تعمد الكذب أو جاهلا فقد أخطأ

“Seseorang yang menyebutkan (khilaf) perbedaan pendapat dalam satu masalah, namun ia tidak memuat pendapat yang lain maka ia (berpotensi) salah. Karena terkadang yang benar justru adalah pendapat yang ia tinggalkan. Begitupula ketika ia hanya menyebut semua perbedaan pendapat, namun ia tidak menyebutkan mana yang paling shahih, ia juga (berpotensi salah). Karena apabila ada yang dengan sengaja menganggap shohih satu pendapat yang sebenarnya tidak shahih maka itu sama dengan menyengaja berbohong.”

Sebagai catatan, versi cetak kitab ini yang tersebar di Indonesia terdapat dua cetakan. Yakni cetakan PP. Al-Anwar Sarang, dimana yang menjadi pentahqiq adalah KH. Maimoen Zubair dan terbitan kemenag tahun 2008, namun untuk cetakan ini hanya terbatas tidak diperjualbelikan secara umum.

Lantas mengapa beliau mengangkat tema Nabi Khidzir ini dalam karyanya? Bisa jadi hal ini dikarenakan sedikitnya literatur yang secara khusus dan komperhensif membahas tema ini. Sedangkan disisi lain perbincangan serta perdebatan mengenai Nabi khidir dalam masyarakat tak bisa dihentikan. Mulai apakah beliau termasuk Nabi atau wali, Apakah sampai saat ini Nabi Khidir masih Hidup atau sudah mati, dan isu-isu lainya. Sehingga hal tersebut memerlukan respon yang baik oleh para cendekiawan muslim lewat karya-karya yang mecerahkan.

Kajian dengan tema ini memang tergolong kajian yang langka, jarang sekali ada karya khusus mengenai hal ini. Namun bukan berarti tidak ada sama sekali. Sebelum Syekh Mahfudz ada beberapa ulama yang sudah menggagas kajian dalam tema ini. Dari golongan ulama kurun awal (mutaqaddimin) ada nama Ibnul Munadi (w: 336 H) seorang pakar hadis dari Damaskus. Selain itu ada juga Imam Ibnul Jauzi (w: 597 H) ahli fikih dan sejarawan terkemuka yang memperkenalkan kitab Ajâlatul Muntadzir fi Syarh Hâl al-Khidr.  Imam Ibnu Hajar Al-Asqolani pun sebenarnya juga memiliki karangan spesifik mengenai Nabi Khidir ini. Yaitu Al-Zahr al-Nadhr fi Naba’i al-khidr.

Isi Kitab Inayatul Muftaqir

Seperti yang pernah disinggung dimuka, bahwa dalam menyusun kitab ini Syekh Mahfudz Tremas selalu mengiringi perbedaan pendapat tersebut dengan menunjukkan pendapat yang paling shahih. Seperti halnya dalam masalah apakah Nabi Khidir saat ini masih hidup. Dalam hal ini beliau berpendapat bahwa hingga saat ini Nabi Khidir masih hidup. Hal ini didasari dengan berbagai hujjah dan dalil yang kuat.

Sedangkan kitab ini sendiri terdiri dari 8 bab yang masing-masing membahas sisi lain dari Nabi khidir. Mulai dari nasab beliau hingga eksistensi kehidupannya hingga saat ini. Diakhir kitab beliau juga melampirkan beberapa cerita nyata berkenaan dengan ulama-ulama  yang pernah menyaksikan langsung bertemu dengan nabi Khidir. Dan secara umum kitab ini sangat cocok bagi siapapun yang hendak mengenal lebih dalam mengenai Nabi Khidir.

Oh ya, mengenai Nabi Khidir ini terdapat satu faidah unik yang mesti  diketahui. Yakni tentang keistimewaan bagi orang yang mengetahui nama, kunyah dan laqab (julukan) Nabi Khidir. sebagaimana termaktub dalam kitab Nuruddzolam Syarh Aqidatul Awwam:

والخضر معروف عند الناس *  بليا بن ملكان أبو العباس

من عرف الكنية ثُمت سما * كذ اللقاب مات حقا مسلما

“Nabi Khidir dikenal manusia dengan Abul Abbad Balya bin Malkan. Barang siapa yang hafal nama asli Nabi Khidir AS, nama Kunyah dan julukannya, maka orang mati dalam keadaan Islam”

Semoga kita semua ditakdirkan Allah bisa mencintai orang-orang shalih dan menutup hidup kita dengan husnul khatimah. Aamiin.

Penulis: AKHMAD YAZID FATHONI

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!