Bulan Ramadhan menjadi bulan yang istimewa di kalangan pondok pesantren, sebab tradisi keagamaan yang telah mengakar kuat di pondok pesantren di setiap bulan Ramadhan adalah khataman kitab-kitab kuning. Karena memang ingin dianugerahi keberkahan lewat mengkhatamkannya, pilihan kitab yang digunakan cenderung kitab dengan ketebalan rendah.
Satu di antara kitab yang pernah Penulis ikuti di pondok pesantren ketika bulan Ramadhan adalah kitab Hikayat as-Sholihin karya Kyai Ahmad Yasin bin Asymuni. Beliau (Kyai Ahmad Yasin bin Asymuni) adalah pengasuh di Pondok Pesantren Hidayatut Thullab, Pethuk, Semen, Kediri. Seorang ulama’ produktif yang telah menulis tidak kurang dari 200 kitab dan hampir semuanya menggunakan bahasa Arab.
Sejatinya kitab Hikayat as-Sholihin bukan sebuah karya murni, sebab Kyai Ahmad Yasin bin Asymuni hanya mengumpulkan beberapa hikayat (kisah) orang-orang saleh yang diperoleh dari berbagai kitab klasik. Memang tidak disebutkan rincian sumber dari setiap ceritanya, namun di akhir kitab, Kyai Ahmad Yasin bin Asymuni menyebutkan bahwa sebagian besar kisah diambil dari kitab Alfu Lailah wa Lailah (kisah seribu satu malam). Sementara menurut pengalaman baca Penulis pribadi, satu di antara kisah yang tidak bersumber dari Alfu Lailah wa Lailah adalah kisah pertemuan Ibrahim bin Adham dengan Nabi Khidir beserta Ilyas yang bersumber dari kitab Mir’ah al-Zaman fi Tawarikh al-A’yan karya Syamsuddin Abi al-Mudzaffar Yusuf bin Amir Hisanuddin Qizurghly.
Di dalam kitab Hikayat as-Sholihin terdapat 15 kisah orang-orang istimewa yang meliputi para Nabi, para Sahabat, para Wali, dan para lelaki dan wanita saleh zaman dahulu. Lewat keajaiban kisah-kisah, manusia cenderung mudah mengambil hikmah. Hal ini dilandasi atas asumsi dasar bahwa setiap hal yang ajaib akan selalu menarik perhatian, sehingga kisah-kisah yang menceritakan hal-hal menakjubkan lebih mudah menarik hati.
Satu di antara kisah menakjubkan di dalam kitab Hikayat as-Sholihin (hanya salah satunya, sebab semua kisah di dalamnya memang menakjubkan) adalah kisah nomor satu tentang pertemuan Ibrahim bin Adham dengan Nabi Khidir. Disebutkan bahwa Ibrahim bin Adham adalah putra seorang raja, namun ia meninggalkan semua kemewahannya karena mendapatkan hidayah saat berburu di hutan. Ia tersadar bahwa selama ini ia selalu menuruti hawa nafsu dan terlalu sibuk dengan urusan dunia. Akhirnya Ibrahim bin Adham memutuskan untuk berkelana.
Di dalam pengembaraannya, Ibrahim bin Adham bertemu dengan seorang lelaki yang tidak membawa perbekalan sedikitpun. Ketika hari memasuki waktu maghrib, lelaki tersebut salat lalu mengucapkan suatu kalimat yang tidak dipahami oleh Ibrahim bin Adham. Tak lama setelah itu, tiba-tiba terhadir di samping lelaki itu piring-piring penuh makanan dan gelas-gelas penuh minuman. Lelaki dengan penuh keberkahan tersebut ternyata adalah Nabi Khidir (halaman 3-4).
Selain menyajikan kisah-kisah ajaib, kitab Hikayat as-Sholihin juga menghadirkan beberapa nasihat bijaksana. Di antaranya terdapat pada kisah nomor tiga belas tentang seorang Nabi yang meragukan keadilan Tuhan. Dikisahkan bahwa ketika seorang Nabi sedang beribadah di sebuah gunung yang tinggi, ia melihat sebuah kezaliman lewat kejadian tiga orang laki-laki. Di tengah-tengah kegelisahannya tersebut, sang Nabi bermunajat kepada Allah: “Wahai Tuhanku, bukankah semua kejadian yang aku lihat adalah sebuah kezaliman?” Akhirnya Allah berkata kepadanya, “Sibuklah dengan ibadahmu, sebab sesungguhnya segala urusan yang terjadi di dunia itu bukan urusanmu!” (halaman 40)
Akhir kata, membaca kitab Hikayat as-Sholihin adalah membaca kisah-kisah mengagumkan sekaligus belajar tentang kebijaksanaan.
Penulis: AKHMAD IDRIS