Ramadan merupakan momen yang sangat ditunggu-tunggu oleh kebanyakan santri di berbagai pelosok daerah dengan antusiasnya. Pasalnya, dalam waktu satu bulan, ada ratusan kitab kuning atau bahkan lebih yang dibacakan oleh para masyayikh atau pun asatiz (pengajar) selama itu. Termasuk di antaranya adalah kitab Tafsir Yasin anggitan Syaikh Hamami Zadah rahimahullah.
Dalam khazanah pesantren, kerap kali kita akan menjumpai kitab tafsir yang memuat seluruh surah hingga genap 144 surah, 30 Juz. Sebutlah kitab Tafsir Jalalain, Tafsir al-Munir, Tafsir al-Baidhowi, dan lain sebagainya. Namun, jika kita mencari kitab tafsir yang dikarang untuk menafsirkan surah tertentu secara terpisah, maka setidaknya kita akan menemui 2 kitab tafsir, yaitu tafsir surah al-Fatihah dan surah Yasin.
Motif Penulisan
Ada banyak hal yang menjadi motif seorang muallif menuliskan sebuah karya, permintaan seorang teman, misalnya. Motif ini jamak kita temui dalam literatur kitab kuning dengan redaksi kira-kira begini, “thalaba minni ba’d al-ikhwan…. an aktuba.. beberapa teman telah memintaku untuk menuliskan..”, atau redaksi setamsilnya. Kita dengan mudah menemuinya dalam kitab Tijan al-Darari atau Matan Abi Syuja’.
Selain itu, diperintah oleh raja juga menjadi motif beberapa ulama dalam penulisan karyanya. Kita bisa melihatnya dalam mukadimah kitab al-Mutawakkiliy anggitan Imam Suyuthi. Di dalamnya, Imam Suyuthi membeberkan bahwa muasal penamaan kitab tersebut dengan tajuk al-Mutawakkiliy merupakan nisbat kepada Khalifah al-Mutawakkil yang telah memintanya untuk menuliskan sebuah karya. Beliau juga menyebutkan banyak contoh motif penulisan yang sama.
Ada juga penulisan sebuah karya didasarkan pada sebuah hadits. Hampir bisa disepakati bahwa hal tersebut menjadi motif utama penulisan kitab-kitab yang bertajuk arba’iniyyat, alias kitab yang memuat 40 hadits Nabi. Di antara ulama yang mendasarkan penulisan karyanya pada motif ini adalah Imam Nawawi al-Damasyqi dalam kitabnya yang populer dikenal dengan kitab Arbain Nawawi. Beliau mengutip hadits,
من حفظ على أمتي أربعين حديثا من أمر دينها بعثه الله يوم القيامة في زمرة الفقهاء و العلماء
Sesiapa di antara umatku yang hafal empat puluh hadits mengenai perkara agamanya, maka Allah akan membangkitkannya pada hari kiamat termasuk di antara golongan para ahli fikih dan ulama.
Kemudian motif terakhir, meski masih banyak lagi, adalah kepopulerannya di tengah masyarakat. Barangkali inilah yang menjadi alasan Syaikh Hamami Zadah—di samping beberapa riwayat hadits—menyerat Tafsir Surah Yasin dalam satu kitab khusus.
Bahkan, Kiai Bisri Musthafa dengan terang menyampaikan dalam salah satu karyanya, yang sama-sama bertajuk Tafsir Surah Yasin, bahwa motif beliau menulis tafsir tersebut adalah guna “nyekapi pamundutipun para mitra ingkang sami asyik amiridaken maos surah Yasin, mencukupi permintaan beberapa orang yang suka wirid membaca surah Yasin.” Meski begitu, di atas semua motif yang ada, para ulama tetap menjadikan rida Allah sebagai tujuan utama mereka.
Sababun Nuzul Surah Yasin
Dalam tafsirnya, Syaikh Hamami segera menerangkan musabab turunnya surah Yasin ini dengan menukil sebuah riwayat bahwa dahulu orang-orang kafir berkata bahwa Muhammad bukanlah seorang nabi ataupun rasul. Muhammad tak lain ialah seorang yatim yang diasuh Abu Thalib, yang tak pernah pergi ke perpustakaan maupun pergi ke seorang guru untuk belajar. “Mana mungkin orang semacam itu mengaku sebagai nabi?” ingkar para kafir.
Akhirnya Allah membantah tuduhan mereka dengan menurunkan surah Yasin dan menegaskan bahwa Muhammad memanglah seorang rasul melalui ayat “innaka laminal mursalin.. sungguh kau adalah di antara seorang rasul,” (Yasin: 3), bukan seperti yang mereka pungkiri. Bahkan Allah memulai surah tersebut dengan Yasin, sebuah kalimat atau kosakata yang belum pernah mereka dengar samasekali, dan kemudian disusul dengan sumpah atasnama al-Quran al-Hakim, sebuah kitab suci yang mengandung kesusastraan yang tak tertandingi. Lengkap sudah.
Masih dalam bagian awal, setelah menjelaskan sababnuzul, lalu Syaikh Hamami membeberkan banyak keutamaan yang tersimpan dalam surah Yasin. Di antaranya adalah hadits Nabi “Bahwa setiap sesuatu memiliki hati, dan hatinya al-Quran adalah surah Yasin. Barangsiapa yang membacanya, maka Allah menuliskan untuknya ganjaran sebanding dengan membaca al-Quran sepuluh kali.
Riwayat lain berkata, “Sebelum menciptakan alam semeseta, sesungguhnya Allah Swt membaca surah Ya-sin, dan Thaha selama dua ribu tahun. Lalu ketika para malaikat mendengar-Nya, mereka berkata; sungguh beruntung umat Muhammad (dengan) turunnya dua surah ini kepada mereka. Sungguh beruntung ia yang menghafal (serta mengamalkan) keduanya. Dan sungguh beruntung lisan-lisan yang melantunkan keduanya.”
Masih banyak lagi keutamaan surah Yasin hingga, “…jika (surah Yasin) dibacakan kepada orang buruk yang telah meninggal, maka siksanya akan diringankan. Atau jika ia merupakan orang baik-baik, maka akan menjadi penenang dan bekal bagi ruhnya di surga, sebab kuburan adalah taman di antara taman-taman surga, ataupun lubang di antara lubang-lubang neraka.”
Tafsir Ayat Ya-sin
Setelah menerangkan beberapa keistimewaan surah Yasin berdasarkan hadits, Syaikh Hamami lalu menjelaskan beberapa pendapat mufasir terkait ayat pertama, Ya-sin. Sedikitnya ada lima pendapat.
Pertama, makna di balik lafal Ya-sin adalah yaa insan yang berarti wahai manusia. Mereka berargumen bahwa orang Arab memiliki sebuah adat kebiasaan menyingkat kalimat dengan mengambil satu huruf dari tiap-tiap kata. Ya merupakan kependekan dari huruf nida’ (yaa) dan sin adalah kependekan dari kata insan. Jadilah Ya-sin. Dan yang dimaksud manusia di situ bukan lain adalah Kanjeng Nabi Muhammad Saw.
Kedua, sebagian mufasir mengatakan makna di balik lafal tersebut adalah ya sayyid al-mursalin. Argumen mereka masih sama dengan pendapat pertama. Ketiga, Ya-sin merupakan satu di antara nama-nama al-Quran. Keempat, Ya-sin merupakan satu di antara Asmaul Allah. Dan yang kelima, Ya-sin adalah nama surah al-Quran.
Walakhir, menurut Kiai Bisri Musthafa dalam kitab yang sama, ada 3 pokok utama yang terkandung dalam surah Yasin. Pertama, menerangkan tentang sifat wahdaniyyah (ke-Esaan) Allah. Kedua, kebenaran risalah Kanjeng Nabi, dan yang ketiga, adanya hari pembangkitan dan kiamat yang pasti terjadi kelak. Wallahu a’lam.
Penulis: KHOIRUL ATHYABIL ANWARI