Sabilus Salikin (9): Lafal Dzikir yang Paling Utama

Di dalam Alquran perintah berdzikir diungkapkan berkali-kali dan pada umumnya muncul dalam tiga redaksi, yaitu:

وَاذْكُرِ اسْمَ رَبِّكَ بُكْرَةً وَأَصِيلاً ، (ألإنسان :٢٥)

Sebutlah nama Tuhanmu pada (waktu) pagi dan petang, (Q.S. Al-Insan, 76:25), atau

قَالَ رَبِّ اجْعَل لِّيَ آيَةً قَالَ آيَتُكَ أَلاَّ تُكَلِّمَ النَّاسَ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ إِلاَّ رَمْزاً وَاذْكُر رَّبَّكَ كَثِيراً وَسَبِّحْ بِالْعَشِيِّ وَالإِبْكَارِ ، (ال عمران :٤١)

Berkata Zakariya: “Berilah aku suatu tanda (bahwa isteriku telah mengandung)”. Allah berfirman: “Tandanya bagimu, kamu tidak dapat berkata-kata dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat. dan sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari”, (Q.S. Ali Imrân, juz 3, halaman:41, atau

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا لَقِيتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُواْ وَاذْكُرُواْ اللهَ كَثِيراً لَّعَلَّكُمْ تُفْلَحُونَ، (الأنفال: ٤٥)

Hai orang-orang yang beriman. apabila kamu memerangi pasukan (musuh), Maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung, (Q.S. al-Anfâl, 8:45)

قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللهِ وَاذْكُرُوا اللهَ كَثِيراً لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ، (الجمعة:١٠)

Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaRAnlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung, (Q.S. al-Jumu’ah, 62:10).

Berdzikir dapat dilakukan dengan berbagai lafadz yang ma’tsur dari beberapa Hadis Nabi SAW seperti subhanAllâh, alhamdulillah, Allâhu akbar, la ilaha illAllâh, istighfar, shalawat, al-asma al-husna, membaca ayat-ayat suci Alquran, dan lain sebagainya. Hanya saja, lafal dzikir yang paling utama dan paling agung adalah al-nafy wa al-itsbat (di Indonesiakan menjadi “nafi-isbat”), yaitu ungkapan la ilaha illAllâh (tidak ada Tuhan selain Allâh).

سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: أَفْضَلُ الذِّكْرِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَفْضَلُ الدُّعَاءِ الْحَمْدُ لِلهِ قَالَ شُعَيْبُ الْأَرْنَؤُوْطِ : إسناده حسن

Yang didasarkan pada hadis Nabi yang menyatakan bahwa Dzikir yang paling utama adalah lâ ilâha illAllâh”, (Shahih Ibn Hibban, juz 3, halaman: 126, Sunan al-Tirmidzi, juz 5, halaman: 426 dan Sunan Ibn Majjah, juz 2, halaman: 1249).

Selanjutnya Nabi SAW mengatakan:

قَالَ (مَا مِنْ أَحَدٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ صِدْقًا مِنْ قَلْبِهِ إِلَّا حَرَّمَهُ اللهُ عَلَى النَّارِ، ) صحيح البخاري، ج 1، ص: 59)

Allâh benar-benar mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan lâ ilâha illallâh semata-mata mengharap ridha-Nya”, (Shahih al-Bukhari, juz 1, halaman: 59, juz 5, halaman: 2063).

Di samping itu, keutamaan dzikir ini dapat dipahami dari sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam-imam Hadis lainnya:

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (لَقَدْ ظَنَنْتُ – يَا أَبَا هُرَيْرَةَ – أَنْ لَا تَسْأَلْنِيْ عَنْ هَذَا الْحَدِيْثِ أَحَدٌ أَوَّلُ مِنْكَ لِمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الْحَدِيْثِ اَسْعَدَ النَّاسِ بِشَفَاعَتِيْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إله إِلَّا اللهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ، )صحيح البخاري ج 1، ص: 49)

Orang yang paling berbahagia dengan syafaatku di hari kiamat kelak adalah orang yang berdzikir dengan lâ ilâha illallâh secara murni dari kalbu atau jiwanya”, (Musnad Ahmad, juz 2, halaman :373, Shahîh al-Bukhari, juz 1, halaman: 49, juz 5, halaman: 2402, al-Sunan al-Kubra, juz 3, halaman: 42).

Lafal dzikir nafi isbat (lâ ilâha illAllâh), dipilih dan dilazimkan oleh ahli tarekat Naqsyabandiyah sebagai lafal dzikir yang paling pokok.

Dalam Khulashah al-Tashanif fi al-Tasawuf yang terhimpun dalam Majmu’ al-Rasail al-Imam al-Ghazali, Imam al-Ghazali menegaskan, “Penyucian jiwa yang paling efektif adalah dengan mengintensifkan dzikir tarekat al-Naqsyabandiyah, yaitu dzikir dengan ismu dzat dan nafi isbat”, (Majmu’ al-Rasail al-Imam al-Ghazali, halaman: 179).

Unsur-unsur pokok lainnya yang menjadi syarat dan rukun dalam tarekat baik sebagai “teknik berdzikir efektif” maupun sebagai “cara pengamalan syariah” dan “jalan menuju ma’rifah” adalah: mursyid (guru), wasilah (alat), rabithah (proses), dan mujahadah (suluk/iktikaf) semuanya disajikan dalam buku ini.

***

Penulis: Para santri KH. Munawir Kertosono Nganjuk dan KH. Sholeh Bahruddin Sengonagung Purwosari Pasuruan

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!