Sabilus Salikin (15): Suluk

Dalam wacana sufi, perjalanan dalam menempuh jalan-jalan menuju Tuhan disebut dengan suluk. Adapun orang yang melakukan perjalanan disebut sâlik.

Asas pertama tarekat adalah al-Iradah, yaitu kehendak atau kemauan bulat untuk selalu mendekatkan diri kepada Allâh SWT dengan menapaki jalan-jalan (menuju-Nya) secara sungguh-sugguh sedemikan rupa sehingga yang bersangkutan benar-benar mengalami dan merasakan (kehadiran) Tuhan (Rukun Ihsan: Seolah-olah beribadah melihat Allâh SWT apabila tidak maka sadirilah bahwa Allâh SWT melihatnya). Perintah Tuhan mengenai hal ini sangat jelas ketika berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللهَ وَابْتَغُواْ إِلَيهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُواْ فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴿٣٥﴾

Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allâh, dan carilah wasilah, serta bersungguh-sungguhlah menapaki jalan-jalan (menuju kepada)-Nya agar kamu memperoleh kemenangan atau kesuksesan, (al-Maidah, 5:35).

Sebenarnya tidak hanya manusia yang diperintahkan Tuhan untuk menapaki jalan-jalan-Nya lebah pun bahkan menjadi objek yang dikhitab Tuhan dengan perintah yang sama melalui wahyu yang disampaikan kepadanya, maka tempuhlah jalan-jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan untukmu.

ثُمَّ كُلِي مِن كُلِّ الثَّمَرَاتِ فَاسْلُكِي سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلاً يَخْرُجُ مِن بُطُونِهَا شَرَابٌ مُّخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاء لِلنَّاسِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ ﴿٦٩﴾

Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan, (al-Nahl, 16: 69).

Dalam kasus lebah ini terdapat tanda ketuhanan yang layak direnungkan oleh murid (orang yang berkehendak bulat bertemu dengan Tuhan). Perjalanan menuju Tuhan tidak mungkin dapat dilakukan, dan jalan-jalan menuju Tuhan pun tidak akan pernah tersingkap, kecuali dengan mujahadah (perjuangan yang sungguh-sungguh) yang dimotori oleh iradah tersebut. Hal ini ditegaskan Tuhan dalam sebuah firman-Nya:

وَالَّذِينَ جَاهَدُوْا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ ﴿٦٩﴾

Dan orang-orang yang ber-mujahadah di dalam Kami, kepada mereka Kami benar-benar menunjukkan jalan-jalan menuju Kami; sesungguhnya Allâh benar-benar bersama dengan orang yang mengalami ihsan (beribadah seolah-olah melihat Allâh), (al-Ankabût, 29:69).

Latihan kejiwaan

Di dalam suluk, para sâlik menyibukan diri dengan riyadhah (latihan kejiwaan) dalam Rangka pendekatan diri kepada Allâh (al-Taqarrub ilallâh) melalui pengamalan ibadah-ibadah faraidh (wajib) dan nawafil (sunnah), semua aktivitas ini dilakukan di atas fondasi dzikrullah, di samping dzikrullah itu sendiri dijadikan sebagai amalan yang berdiri sendiri, lepas dari ibadah-ibadah lainnya, sebagai wujud konkret pengamalan firman Allâh SWT dalam sebuah hadis qudsi yang diriwayatkan Imam al-Bukhari dan Muslim:

حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ سَمِعْتُ أَبَا صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ اللهُ تَعَالَى أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا وَإِنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً، (سنن الترمذي، ج 4، ص: 418، رقم: 3603، صحيح البخاري، ج 4، ص: 541، رقم: 7405).

Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku kepada-Ku, dan Aku bersamanya ketika ia berdzikir kepada-Ku; jika ia berdzikir kepada-Ku dalam dirinya,maka Aku berdzikir kepadanya dalam diri-Ku; jika ia berdzikir kepada-Ku dalam suatu kelompok, maka Aku berdzikir kepadanya dalam kelompok yang lebih baik daripada mereka. Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, maka Aku mendekat kepadanya sehasta; jika ia mendekat kepada-Ku sehasta; maka Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia mendatangi-Ku dalam keadaan berjalan, maka Aku mendatanginya dalam keadaan berlari, (Sunan at-Tirmidzi, juz 4, halaman: 418, nomor: 3603, Shahih al-Bukhari, juz 4, halaman: 541, nomor: 7405).

Intinya semua sunnah Nabi sebagai model Alquran yang hidup, nyata, dan sempurna, yang dalam bahasa Aisyah diungkapkan dengan redaksi akhlak Nabi adalah Alquran, (Musnad Ahmad, juz 6, halaman: 91, al-Mu’jam al-Awsath, juz 1, halaman: 30), diwujudkan secara konkret dan sungguh-sungguh dalam suluk. Berkekalan dalam wudhu, berdzikir dalam setiap keadaan (berdiri, duduk dan berbaring), berjamaah dalam semua salat wajib, menjaga moderasi antara lapar dan kenyang, menghiasi waktu malam dengan berbagai ibadah dan shalat sunah, mengosongkan qalbu dari selain Allâh SWT, mengarahkan segenap konsentrasi dan perhatian sebagian contoh sunnah Nabi yang dipraktekkan dalam suluk.

Suluk sekaligus merupakan jalan menuntut ilmu dan ma’rifah yang dengannya Allâh SWT melempangkan jalan menuju surga yang notabene jalan menuju Allâh SWT sendiri karena surga tidak ada kecuali di sisi Allâh. Sebuah Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, Muslim, dan imam-imam Hadis lainnya, mendukung kenyataan ini:

مَنْ سَلَكَ طَرِيْقاً يَطْلُبُ فِيْهِ عِلْماً سَلَكَ اللهُ بِهِ طَرِيْقًا مِنْ طُرُقِ الجَنَّةِ

Barangsiapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, niscaya Allâh memudahkan baginya jalan menuju surga, (Sunan at-Tirmidzi, juz 5, halaman: 48, Sunan Ibn Majjah, juz 1, halaman: 71).

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!