Syuhdah binti Abu Nashr Ahmad Ad-Dinawari merupakan seorang kaligrafer (katibah), musnidatul ‘irâq (pemegang sanad hadits Iraq), dan dijuluki dengan fahrunnisa’ (kebanggaan para perempuan).
Sering juga disebut dengan nama Syuhdah Al-Katibah (Syuhdah sang kaligrafer). Ia lahir di Baghdad setelah tahun 480 H. (Ad-Dzahabi, Siyarul A’lamin Nubala’, [Beirut, Muassasah Ar-Risalah: 2001], juz XX, halaman 543).
Keluarga Syuhdah Ad-Dinawariyah Syeikhah Syuhdah lahir dari keluarga ulama. Ayahnya, Abu Nashr Ahmad bin Al-Farj bin Umar Ad-Dinawari (wafat 506 H) merupakan seorang ahli hadits (muhaddits), murid dari Qadhi Muhammad bin Ali bin Al-Muhtadi, Abdusshamad bin Ali bin Al-Ma’mun, Muhammad bin Al-Husein bin Al-Farra’, Al-Khatib Abu Bakar, Muhammad bin Ahmad Al-Khazin, dan ulama-ulama besar lainnya.
Guru Syuhdah Ad-DinawariyahGuru pertama Syuhdah adalah ayahnya. Ia belajar berbagai ilmu pengetahuan agama kepadanya, terutama ilmu hadits. Ia sudah mulai menghafal riwayat hadits milik ayahnya sejak usia delapan tahun. Hal ini disimpulkan dari hadits yang diriwayatkan Syuhdah dari ayahnya. Ia mengatakan:
أخبرنا الشيخ الصالح والدي أبو نصر أحمد بن الفرج بن عمر الدينوري رحمه الله… في الحادي والعشرين من شهر رمضان سنة تسعين وأربعمائة
Artinya: “Menceritakan kepada kami, Syekh As-Shalih, ayahku, Abu Nashr Ahmad bin Al-Farj bin Umar Ad-Dinawari … pada tanggal 21 Ramadhan, tahun 490 H…” (Syeikhah Syuhdah Ad-Dinawariyah, Al-‘Umdah minal Fawa’id wal Atsarish Shihah wal Ghara’ib fî Masyikhah Syuhdah, [Kairo, Maktabah Al-Khanji: 1994], ed.: Rif’at Fauzi, halaman 155).
Menurut Dr Rif’at Fauzi, pentahqiq kitab Al-‘Umdah, usia Syuhdah saat itu baru delapan tahun, karena ia lahir pada tahun 482 H, dan dalam riwayat di atas dikatakan ia menerima riwayat tersebut di tahun 490 H. Meski demikian, Syuhdah sudah menerima ijazah riwayat-riwayat milik ayahnya di usia yang lebih muda, di bawah delapan tahun. (Syeikhah Syuhdah, 8).
Setelah belajar kepada ayah dan keluarganya sendiri, Syuhdah belajar kepada banyak ulama lainnya. Dalam catatan Imam Ad-Dzahabi, beberapa di antaranya adalah Abul Fawaris Tharrad bin Muhammad, Ibnu Thalhah An-Na’ali, Abul Hasan bin Ayyub, Abul Khattab bin Al-Bathir, Abdul Wahid bin ‘Alwan, Ahmad bin Abdil Qadir Al-Yusufi, Ja’far As-Sarraj, dan lain sebagainya. (Ad-Dzahabi, XX/543).
Keahlian dan Julukan Syuhdah Ad-Dinawariyah Syeikhah Syuhdah memiliki tulisan yang indah. Keindahan tulisan tangannya (khat) diakui oleh banyak orang sampai mendapat julukan al-kâtibah (sang kaligrafer). Salah satu muridnya, Imam Ibnu Al-Jauzi mengatakan:
قرأت عليها، وكان لها خط حسن
Artinya: “Aku (menyetorkan) bacaanku kepadanya, dan ia memiliki tulisan (khat) yang indah.” (Ad-Dzahabi, XX/543). Syuhdah disebut fahrunnisa’ (kebanggaan kaum wanita) karena dalam dirinya terdapat banyak pengetahuan yang mulia, dari mulai ketrampilannya dalam bidang khat, kedalaman penguasaaannya dalam ilmu-ilmu hadits, sampai kecemerlangannya dalam menguraikan pengetahuannya (khutbah).
Ia juga memegang banyak riwayat dan sanad kitab-kitab hadits. Bahkan sanadnya termasuk sanad yang tinggi (al’uluww fîl isnâd). (Syeikhah Syuhdah, 9-10).
Murid Syuhdah Ad-Dinawariyah Ia memiliki banyak murid hebat, termasuk Ibnu ‘Asakir, As-Sam’ani, Ibnu Al-Jauzi, Abdul Ghani, Abdul Qadir Ar-Ruhawi, Ibnu Al-Ahdlar, Al-Muwaffaq, Al-‘Imad, As-Syihab bin Rajih, Al-Fakhr Al-Irbili, dan masih banyak lainnya. (Ad-Dzahabi, XX/543-544).
Dalam penuturan Ibnu Al-Jauzi, kehidupan gurunya itu berkutat dari ilmu ke ilmu, bergaul dengan para ulama, dan dibacakan kepadanya hadits-hadits Nabi Muhammad saw bertahun-tahun lamanya. (Ibnu Al-Jauzi, Al-Muntadham fi Tarikhil Umam wal Muluk, [Beirut, Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah: 1992], juz XVIII, halaman 254).
Syuhdah Ad-Dinawariyah dan Kitab Al-Amwal Syeikhah Syuhdah memegang banyak sanad hadits dan kitab-kitabnya, termasuk kitab-kitab karya Imam Malik, Imam Ibnu Abi Dunya, Imam Abu ‘Ubaid, dan kitab-kitab lainnya. Banyak ulama yang belajar darinya untuk mendapatkan riwayat kitab tertentu.
Salah satu contohnya adalah runtutan sanad Kitab Al-Amwal karya Imam Abi ‘Ubaid Al-Qasim (wafat 224 H) berikut ini:
قُرِئَ عَلَى الشَّيْخَةِ الصَّالِحَةِ الْكَاتِبَةِ فَخْرِ النِّسَاءِ, شُهْدَةَ بِنْتِ أَبِي نَصْرِ أَحْمَدَ بْنِ الْفَرَجِ بْنِ عُمَرَ الْإِبَرِيُّ الدَّيْنُورِيُّ بِمَنْزِلِهَا بِبَغْدَادَ فِي الْحَادِي عَشَرَ مِنْ شَعْبَانَ سَنَةَ أَرْبَعٍ وَسِتِّينَ وَخَمْسِمِائَةٍ: أَخْبَرَكُمْ النَّقِيبُ الْكَامِلُ أَبُو الْفَوَارِسِ طَرَّادُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيِ الزَّيْنَبِيُّ, فِي ثَانِي ذِي الْحِجَّةِ مِنْ سَنَةِ تِسْعِينَ وَأَرْبَعِمِائَةٍ, أَخْبَرَنَا أَبُو الْحَسَنِ أَحْمَدُ بْنُ عَلِيٍّ الْبَادِيُّ، أَخْبَرَنَا أَبُو عَلِيٍّ حَامِدُ بْنُ مُحَمَّد الْهَرَوِيُّ، أَخْبَرَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ الْبَغَوِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو عُبَيْدٍ الْقَاسِمُ بْنُ سَلَّامٍ الْأَزْدِيُّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
Artinya: “Dibacakan kepada seorang Syeikhah shalehah yang (bagus) tulisannya, Fahrunnisa’ (kebanggaan para wanita), Syuhdah binti Abi Nashr Ahmad bin Al-Farj bin Umar Al-Ibari Ad-Dinawari di rumahnya di Baghdad pada tanggal 11 Sya’ban, tahun 564 H, (ia berkata):
Telah menceritakan kepada kalian guru yang sempurna, Abul Fawaris Tharrad bin Muhammad bin Ali Az-Zaynabi pada tanggal 2 Dzulhijjah, tahun 490 H. Telah menceritakan kepada kami Abul Hasan Ahmad bin ‘Ali Al-Badi, menceritakan kepada kami Abu ‘Ali Hamid bin Muhammad Al-Harawi, menceritakan kepada kami ‘Ali bin Abdul Aziz Al-Baghawi, menceritakan kepada kami Abu ‘Ubaid Al-Qasim bin Sallam Al-Azadi radhiyallahu ‘anhu, ia berkata …” (Abu ‘Ubaid Al-Qasim bin Sallam Al-Azadi, Kitâb Al-Amwâl, [Mesir. Darul Hadi An-Nabawi: 2007], juz I, halaman 31).
Runtutan sanad di atas hampir ada di semua versi cetak Kitab Al-Amwal, baik cetakan Darul Hadi An-Nabawi maupun Darul Fikr. Hal ini menunjukkan bahwa banyak ulama yang berguru kepadanya, mengambil sanad darinya, dan menyebarkannya. Jika dilihat dari runtutan sanad di atas, Syeikhah Syuhdah mengambil sanad Kitab Al-Amwal dari gurunya, Imam Abul Fawaris Tharrad bin Muhammad Az-Zaynabi, dan terus ke atas sampai penulis kitabnya, yaitu Imam Abu ‘Ubaid Al-Qasim.
Karya Syuhdah Ad-Dinawariyah Salah satu warisan besar Syeikhah Syuhdah adalah Kitab Masyikhah yang dikeluarkan oleh muridnya, Abu Muhammad Abdul Aziz bin Mahmud bin Al-Mubarak bin Al-Ahdlar (wafat 611 H). Ia merupakan seorang ahli hadits yang mencapai derajat al-hafizh, orang yang hafal lebih dari 100.000 hadits beserta sanad dan matannya.
Dalam ilmu hadits, Masyikhah adalah jenis kitab hadits yang mana seorang perawi mengumpulkan nama-nama gurunya dan riwayat yang di dapatkannya dari mereka. Menurut keterangan pentahqiq Kitab Al-‘Umdah atau Masyîkhah Syuhdah, kitab ini dikeluarkan oleh Ibnu Al-Ahdlar di saat Syeikhah Syuhdah masih hidup, dan pernah disetorkan (diperdengarkan) kepadanya untuk dicek. Dalam kitab ini terdapat 114 riwayat. Sebagian besar berisi hadits-hadits marfu’, sedangkan hadits-hadits mauquf yang hanya sampai pada sahabat, tabi’in atau tabi’it tabi’in terbilang sedikit. (Syeikhah Syuhdah, 13-14).
Dr Rif’at Fauzi, pentahqiq kitab Al-‘Umdah, menggunakan manuskrip kitab yang terdapat di Perpustakaan Koprulu di Istanbul, Turki. Perpustakaan yang didirikan oleh Wazir Agung Daulah Utsmani (Grand Vizier), Koprulu Mehmed Pasha pada tahun 1678 M.
Pada halaman awal manuskrip tertulis keterangan bahwa naskah ini milik Abu Muhammad Abdurrahman bin Muhammad bin Ahmad. Ia membacakan naskah ini (menyetorkannya) kepada Abu Mudhaffar An-Nahrawani dengan disaksikan banyak orang di hari Ahad tanggal 13 Jumadil Akhir, tahun 647 H di Masjid Syekh (Abu Mudhaffar) di Ma’muniyyah. (Syeikhah Syuhdah, 14).
Jika dilihat tahunnya, kitab Masyikhah Syuhdah masih dipelajari dan diajarkan meski sudah berpuluh-puluh tahun berlalu. Syeikhah Syuhdah wafat pada tahun 574 H, dan naskah kitab tersebut dibacakan pada tahun 647 H. Artinya, ada rentang waktu 73 tahun dari wafatnya Syuhdah sampai Abu Muhammad Abdurrahman membacakan (menyetorkan) kitab ini kepada gurunya.
Kewafatan dan Usia Syuhdah Ad-Dinawari Syeikhah Syuhdah Ad-Dinawariyah wafat pada tanggal 14 Muharram, tahun 574 H di usia hampir seratus tahun. Detail tanggal dan tahun wafatnya diketahui karena banyak yang hadir di hari kewafatannya. Ibnu Al-Jauzi, salah satu muridnya, mengatakan:
وعمرت حتى قاربت المائة، توفيت في رابع عشر المحرم سنة أربع وسبعين وخمسمائة، وحضرها خلق كثير وعامة العلماء
Artinya: “Syeikhah Syuhdah hidup sampai mendekati (usia) seratus. Ia wafat pada tanggal 14 Muharram, tahun 574 H. Kewafatannya dihadiri banyak orang yang melayat dan banyak (juga) ulama yang hadir.” (Ad-Dzahabi, XX/544). Wallahu a’lam bis-shawwab.
Penulis: Ustadz Muhammad Afiq Zahara, alumni Pondok Pesantren Darussa’adah, Bulus, Kritig, Petanahan, Kebumen.