Dari PPDAI :”Semangat Persaudaraan (Ukhuwwah)”

1.
Semangat Persaudaraan /Ukhuwwah
(didalam menyikapi bila terjadi perbedaan hari raya Idul Fithri 1444H)

Kaum muslimin Indonesia harus selalu bersyukur kehadirat Allah SWT.

Di antara halnya adalah

Karena negara menjamin kebebasan kaum muslimin

Untuk menjalani keyakinan dengan kemantapan hatinya didalam menjalankan agama nya.

Bukan hanya jaminan kepada perbedaan dalam masyarakat yang beda aqidah

Akan tetapi perbedaan yang ada dalam menjalankan amal ibadah bagi penganut keyakinan satu aqidah pun dijamin dan diakui.

Dalam penetapan hari raya serta awal bulan Ramadhon dan Dzulhijjah

Pemerintah mengakui dan mengizinkan dua metode penentuan yaitu

Metode Hisab (perhitungan) dan Metode Ru’yatul Hilal (melihat terbitnya bulan sabit).

Pengakuan pemerintah terhadap dua perhitungan tersebut,

Sesuai dengan beberapa ayat Al qur’an dan hadits Rasulullah SAW.

Diantara ayat-ayat Al qur’an yang menjelaskan tentang perhitungan bulan dan waktu,

Antara lain dalam
Surat Yunus Ayat 5,

هُوَ ٱلَّذِى جَعَلَ ٱلشَّمْسَ ضِيَآءً وَٱلْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُۥ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا۟ عَدَدَ ٱلسِّنِينَ وَٱلْحِسَابَ ۚ مَا خَلَقَ ٱللَّهُ ذَٰلِكَ إِلَّا بِٱلْحَقِّ ۚ يُفَصِّلُ ٱلْءَايَٰتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

Artinya :
Dia lah (Allah) yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan manzilah-manzilah (tempat beredarnya). Supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu.
Allah menciptakannya dengan haq.
Dia (Allah) menjelaskan tanda-tanda (KebesaranNya) kepada orang-orang yang mengetahui.

Ayat tersebut diatas didukung ayat-ayat yang lain

Serta sabda rasulullah SAW tentang penetapan awal bulan hijriyah

Dipahami sebagai penjelasan tentang kebolehan menggunakan 2 metode perhitungan yaitu :

HISAB dan RU’YATUL HILAL.

Dengan demikian kaum muslimin Indonesia dibolehkan mengambil keyakin pada salah satu dari 2 metode tersebut diatas.

Maka untuk itu kiranya, perlu ada anjuran dan tuntunan tata pergaulan (interaksi)

Bagi masyarakat/warga negara Indonesia dalam menyikapi adanya dua hari raya tersebut.

PERTAMA : Sudah menjadi kesepakatan para ulama’ bahwa, kedua metode tersebut adalah benar dan boleh digunakan.

Hanya orang yang tidak tahulah (perhatikan akhir ayat 5 surah Yunus)

Yang masih mempermasalahkan kebenaran kedua metode tersebut.

KEDUA : Semangat menjaga UKHUWAH, dapat menjadi motivasi

Untuk kita bersikap baik dan benar

Dalam merayakan Idul Fithri yang tidak serentak tersebut di Indonesia

INGAT…. bahwa perbedaan itu “Sunnatullah”

Agar kita tetap terjaga menjadi orang yang selalu bersyukur

Dalam menikmati hari raya, sebagai anugerah Allah..

KETIGA : Banyak cara yang dapat dilakukan agar ukhuwah tetap terjaga

Satu diantaranya adalah :

* Bagi yang mengambil ketetapan pada pelaksanaan hari raya nya lebih dahulu

Hendaknya menyiapkan diri agar ketika ada tamu datang untuk bersilaturahim hari raya

Kemungkinan masih ada yang berpuasa di hari itu.

* Mulailah dengan sambutan ramah bersahabat, dan bertanya apakah tamu kita masih berpuasa atau tidak

Hindarkan perbincangan yang mengarah pada perbedaan yang terjadi

Meminta maaf apabila tamu kita terganggu dengan hidangan yang ada diatas meja.

Lanjutkan dengan perbincangan apapun
Asal bukan masalah perbedaan

Tentunya tidak lupa mengucapkan terima kasih atas silaturahimnya.
(seperti biasanya)

* Bagi yang belum merayakan Idul Fithri pada hari tersebut

SANGAT DIANJURKAN untuk bersilaturahim kepada yg sudah ber hari raya,

Walaupun masih dalam keadaan berpuasa

Dikhawatirkan keesokan harinya, sesuai adat kebiasaan

Banyak orang yang keluar rumah untuk bersilaturahim ketempat yang jauh.

* Ketika ditanyakan apakah masih berpuasa atau bahkan tuan rumah sudah terlanjur mempersilakan untuk mencicipi hidangan

Jawablah dengan mohon maaf dulu dan memberi penjelasan bahwa kita masih berpuasa.

* Duduklah sesaat ambil waktu sepantasnya.
Lalu segera pamit mohon diri.

* kesokan harinya, bagi mereka yang sudah berlebaran kemarin

Sangat dianjurkan untuk bersilaturahim ke tempat saudara, kerabat atau tetangga yang baru berlebaran

Sebagai kunjungan balasan silaturahim

* lalu bagaimana dengan puasa Syawwal ?

Sesuai dengan hukumnya yaitu Sunnah, maka lakukanlah kapan kita sanggup dan mau melakukannya.

Kondisi dan caranya kurang lebih sama dengan kehadiran tamu kita kemarin saat kita sedang berlebaran

Baik juga apabila kita membawakan sekedar hidangan untuk dibawa pulang

Dengan alasan sebagai oleh-oleh untuk berbuka puasa

Hal itu baik dilakukan untuk yang berlebaran pertama maupun yang kedua

LARANGAN yang harus diperhatikan :

Adalah dilarang mencampur adukkan dua pendapat /metode hisab dan ru’yah

Sehingga timbul pendapat ke tiga, yaitu

Mereka yang diawal/ memulai puasa berpegang atau mengikuti ahli ru’yah

Kemudian pada saat berlebaran harus tetap berpegang pada ketetapan ahli ru’yah

Mereka yang mengawali puasa berpegang pada pendapat ahli hisab

Maka mengakhiri puasa atau berlebarannya tetap harus berpegang pada ketetapan ahli hisab

KETIGA : Ini hanya suatu cara menyikapi perbedaan berhari raya di masyarakat.

Bukan sebuah ketetapan agama yang baku sehingga boleh(mubah) untuk dilakukan

Maka dengan cara itu InsyaAllah ukhuwah islamiyyah akan tetap terjaga.

Wallahu a’lamubishawwab.

HMKWS – PONDOK TEMPEL – LENDAH.KP

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!